Dalam menciptakan rantai logistik global yang efisien, bisnis freight forwarding memegang peran penting sebagai penghubung antara produsen, pemasok, dan pelanggan di berbagai negara. Sebab, setiap pengiriman yang dilakukan bukan sekedar perpindahan barang saja, tetapi juga soal dokumen seperti biaya pajak.
Namun, sering kali pajak dalam freight forwading mendapatkan tantangan tersendiri. Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai pajak freight forwarding meliputi pengertian, manfaat, dan jenisnya.
Apa itu Pajak Fright Forwarder?
Pajak freight forwarding adalah ketentuan perpajakan yang dikenakan atas jasa pengurusan transportasi/pengiriman barang yang dilakukan oleh forwarder. Biasanya pajak pada Fright Forwarder (FF) ini akan mencakup pengaturan dokumen, koordinasi carrier/trucking/pergudangan, hingga billing kepada klien.
Sehingga, dapat disederhanakan bahwa pajak ini mencakup keseluruhan kewajiban perpajakan yang timbul dari aktivitas pengelolaan pengiriman barang, baik secara langusng maupun tidak langsung.
Itu artinya, dalam proses logistik biasanya akan terdapat pajak yang mungkin saja timbul seperti PPN atau PPh.
Aturan pajak FF ini telah diatur dalam regulasi yang berlaku di Indonesia. Berikut adalah aturan yang mengaturnya:
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, sebagai dasar regulasi utama pengaturan pengenaan barang dan jasa kena pajak pertambahan nilai, salah satunya jasa freight forwarding.
- UU No. 36 Tahun 2008, sebagai regulasi utama dasar pengenaan pajak penghasilan, salah satunya dari jasa freight forwarding.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015, yang menjadi cuan pemotongan PPh Pasal 23 untuk jasa freight forwarding yang dihitung dari nilai jasa yang dibayarkan.
- PMK No. 71/PMK.03/2022, yang mengatur jenis jasa dikenai PPN dengan tarif tertentu, termasuk jasa pengurusan transportasi yang di dalamnya ada biaya pengiriman.
- PMK No. 11 Tahun 2025, yang mengatur penetapan tarif PPN khusus untuk jasa freight forwarding terbaru.
Mengapa Freight Forwarder Perlu Memahami Perpajakan
Dalam bisnis logistik, nilai transaksi bisa besar dan melibatkan banyak invoice serta vendor. Sebab, ketika terdapat kesalahan dalam perpajakan bisa saja membuat rekonsiliasi menjadi berantakan atau yang lebih parah saat audit dan menemukan selisih akan menimbulkan sanksi. Selain itu dengan memahami perpajak maka forwarder akan mendapatkan manfaat seperti:
1. Menjaga Margin Keuntungan
Dengan FF memahami pajak, pemisahan fee (jasa FF) dan reimbursable/disbursement (biaya pihak ketiga yang diteruskan apa adanya) menjadi jelas. Dengan demikian, adanya perpajakan sangat krusial dalam freight forwarder karena menentukan seberapa besar pendapatan yang benar-benar menjadi keuntungan perusahaan.
2. Melancarkan Cashflow
Tak hanya itu saja, ketika perusahaan freight forwarder memahami perpajakan maka cashflow akan menjadi lebih lancar dan terprediksi. Dengan mengetahui kapan waktu penerbitan e-Faktur, saat terutang PPN, maupun kapan klien melakukan pemotongan PPh 23, perusahaan dapat mengatur arus kas masuk dan keluar secara lebih efisien.
Bukti potong pajak yang cepat diterima juga bisa segera dikreditkan dalam pelaporan, sehingga tidak menumpuk menjadi piutang pajak.
3. Menjamin Kepatuhan Dokumen
Yang tidak kalah penting, melalui pemahaman pajak perusahaan freight forwarder bisa menjaga rantai dokumen tetap utuh dan bisa ditelusuri. Itu artinya setiap transaksi akan memiliki rekam jejak yang rapi mulai dari SO, job order, hingga e-faktur.
Jenis Pajak Freight Forwarder
Dalam penerapannya, jasa freight forwarding akan dikenakan beberapa jenis pajak sesuai dengan transaksi yang dilakukan. Berikut adalah jenisnya:
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN berlaku atas penyerahan jasa freight forwarding yang dilakukan di dalam daerah pabean Indonesia. Namun, tidak semua biaya menjadi objek PPN. Bila freight forwarder bertindak sebagai principal, seluruh nilai penyerahan jasa yang ditagihkan ke klien merupakan dasar pengenaan pajak.
Sebaliknya, bila hanya sebagai agent, PPN hanya dikenakan atas fee jasa saja.
Contoh sederhana:
- Biaya jasa forwarding: Rp10.000.000
- Biaya trucking (reimbursable): Rp5.000.000 → Dasar PPN hanya Rp10.000.000 (bukan total Rp15.000.000).
Selain itu, PPN masukan dari vendor seperti trucking atau pergudangan dapat dikreditkan selama faktur pajaknya sesuai dan nama NPWP-nya sama.
2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23/26
Klien biasanya wajib memotong PPh 23 atas jasa freight forwarding dengan tarif sesuai peraturan terbaru. Pemotongan dilakukan pada saat pembayaran atau saat terutang penghasilan.
Bukti potong ini menjadi piutang pajak bagi perusahaan freight forwarding dan akan dikreditkan saat pelaporan SPT tahunan.
Jika klien berasal dari luar negeri dan tidak memiliki NPWP Indonesia, maka berlaku PPh 26, dengan tarif sesuai ketentuan pajak internasional atau perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) bila ada.
3. Pajak Lain yang Terkait
Kadang, freight forwarder juga berurusan dengan biaya pihak ketiga seperti asuransi, fumigasi, stuffing, dan storage. Untuk biaya semacam ini, penting memastikan siapa yang menerbitkan faktur pajak: apakah vendor langsung ke klien, atau melalui freight forwarder sebagai penyalur.
Kesalahan menentukan hal ini bisa membuat laporan pajak tidak sinkron antara faktur keluaran dan masukan.
Contoh Perhitungan Pajak Fright Forwarder
Untuk membantu Anda dalam memahaminya, pada artikel ini juga dilengkapi dengan contoh perhitungan pajak. Berikut adalah contoh perhitungannya:
1. Contoh Perhitungan PPN Jasa Freight Forwarding
PT Maju Mundur memberikan jasa freight forwarding kepada PT ABC dengan nilai tagihan sebesar Rp20.000.000 (sudah termasuk biaya transportasi).
Langkah Perhitungan:
1. Tentukan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
DPP untuk jasa freight forwarding adalah 10% dari nilai tagihan.
DPP = 10% x Rp20.000.000 = Rp2.000.000.
2. Hitung PPN Terutang
Tarif PPN yang berlaku saat ini 11%.
PPN = 11% x DPP = 11% x Rp2.000.000 = Rp220.000.
3. Atau gunakan tarif efektif
Tarif efektif PPN jasa freight forwarding adalah 1,1% dari nilai tagihan.
PPN = 1,1% x Rp20.000.000 = Rp220.000.
B. Contoh Perhitungan PPh 23 Jasa Freight Forwarding
PT ABC memberikan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) kepada PT CBA dengan nilai tagihan Rp800.000.000.
1. Perhitungan PPh 23:
= Nilai Bruto x Tarif PPh 23
= Rp800.000.000 x 2%
= Rp1.6000.000
Jadi, PT CBA wajib memotong PPh 23 sebesar Rp1.600.000 dari pembayaran kepada PT ABC dan menyetorkan ke kas negara.
Dengan catatan PT ABC harus menerbitkan bukti potong PPh 23 kepada PT CBA sebagai bukti pemotongan pajak.
Checklist Dokumen Pajak
Agar dapat membantu dalam proses audit nantinya, perusahaan fright forwarder harus dapat menyiapkan dokumen berikut ini:
- Quotation dan kontrak kerja sama
- Job order dan cost sheet
- Invoice vendor pihak ketiga
- e-Faktur keluaran dan masukan
- Bukti potong PPh 23/26
- Bukti bayar dan rekonsiliasi SPT
Memahami perpajakan dalam freight forwarder sangatlah krusial. Sebab, akan mencakup pengaturan dokumen, koordinasi, hingga penagihan. Regulasi di Indonesia, seperti UU PPN dan PPh, serta Peraturan Menteri Keuangan, mengatur jenis pajak ini.
Tak hanya itu pemahaman perpajakan juga dapat membantu dalam menjaga margin keuntungan dengan memisahkan biaya jasa dan reimbursable.
Namun, melakukan semua itu secara manual sering memakan waktu dan rawan salah input. Itulah sebabnya banyak perusahaan logistik kini beralih ke software freight forwarder seperti Oaktree untuk memudahkan perhitungan pajak. Sebab, Oaktree.id telah terintegrasi dengan accurate online yang dapat membantu dalam urusan akutansi dan perpajakan.
Masih mau menghitung pajak secara manual? Yuk pakai Oaktree hari ini dan bikin perhitungan pajak freight forwarder menjadi efisien.









